Hukum Kriminal My.Id| BAGANSIAPIAPI
Keberadaan stand bazar yang rutin berdiri di kawasan Batu Enam, Kepenghuluan Bagan Punak Meranti, Kabupaten Rokan Hilir, kembali memantik tanda tanya besar di tengah publik. Puluhan tenda yang nyaris tak pernah absen setiap ada keramaian, lengkap dengan pengelolaan parkir yang terkesan profesional, memunculkan pertanyaan mendasar: siapa sebenarnya pengelola bazar ini dan ke mana aliran uangnya bermuara?
Pantauan di lapangan menunjukkan, bazar di kawasan strategis tersebut bukan sekadar kegiatan insidental. Lapak-lapak tertata rapi,
aktivitas ekonomi berlangsung ramai, dan pungutan parkir berjalan terorganisir. Namun ironisnya, hingga kini tidak ada kejelasan resmi mengenai izin, pengelola, maupun kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sejumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang ikut berjualan mengaku harus membayar biaya sewa lapak dengan nominal yang dinilai cukup memberatkan. Tak hanya itu, mereka juga menyebut adanya pungutan lain yang tidak pernah dijelaskan secara transparan, baik
peruntukan maupun dasar hukumnya.
Sorotan tajam juga mengarah pada pengelolaan parkir di sekitar lokasi bazar. Tarif parkir disebut mencapai Rp2.000 untuk sepeda motor dan Rp10.000 untuk mobil.
Namun hingga kini, publik mempertanyakan siapa yang memungut, atas dasar apa, dan ke mana uang parkir tersebut disetorkan. Lebih jauh, tidak ada kejelasan tanggung jawab pengelola jika terjadi kehilangan kendaraan.
“Kalau ada pungutan parkir di ruang publik, seharusnya jelas siapa pengelolanya dan ke mana uangnya disalurkan,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Upaya konfirmasi pun dilakukan awak media. Dari pihak kepenghuluan setempat, salah seorang perangkat desa menegaskan bahwa pemerintah kepenghuluan tidak terlibat dan tidak pernah menjadikan bazar tersebut sebagai agenda resmi.
“Tidak ada kaitannya dengan kami. Itu bukan kegiatan kepenghuluan,” tegasnya.
Hal serupa juga belum mendapat penjelasan dari tingkat kecamatan. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi terkait kewenangan penerbitan izin pasar malam atau bazar di kawasan Batu Enam.
Meski demikian, di tengah ketiadaan kejelasan tersebut, dugaan adanya aktor tertentu di balik konsistennya penyelenggaraan bazar terus menguat. Kondisi ini mendorong desakan agar instansi terkait lebih tegas dan transparan dalam mengawasi pemanfaatan lahan, izin keramaian, serta aktivitas ekonomi yang berpotensi menghasilkan pendapatan daerah.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Rokan Hilir hingga kini belum berhasil dimintai keterangan, khususnya terkait legalitas dan kewenangan pengelolaan parkir di sepanjang Jalan Bagansiapiapi–Ujung Tanjung hingga kawasan perkantoran Batu Enam.
Sementara itu, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Rohil juga belum memberikan klarifikasi apakah dari setiap penyelenggaraan bazar dan pasar malam tersebut terdapat setoran retribusi atau pemasukan ke kas daerah.
Redaksi menilai, ketertutupan informasi hanya akan memperbesar kecurigaan publik. Transparansi perizinan dan pengelolaan keuangan menjadi keharusan agar kegiatan ekonomi rakyat tidak berubah menjadi ruang abu-abu yang rawan disalahgunakan.
Penelusuran lebih lanjut akan terus dilakukan demi memastikan kepastian hukum, kejelasan aliran dana, serta perlindungan bagi pelaku UMKM dan masyarakat, sekaligus memastikan bahwa setiap aktivitas ekonomi di ruang publik benar-benar memberi manfaat bagi daerah, bukan hanya bagi segelintir pihak.
Editor : Redaksi
