Hukum Kriminal My.Id| Pekanbaru — Sengketa terkait pengalihan hak atas tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) No.35 Tahun 2007 kembali mengemuka setelah pihak Asri Auzar (AA) melalui kuasa hukumnya menyampaikan narasi adanya paksaan, manipulasi, hingga kriminalisasi. Namun pihak Vincent Limvinci, sebagai pihak yang tercatat secara resmi sebagai pemilik sertifikat, menerbitkan bantahan tegas disertai dasar hukum dan bukti otentik.
Melalui rilis resmi kuasa hukumnya, Vincent menilai narasi AA dkk tidak lebih dari opini sepihak yang bertentangan dengan alat bukti formal yang diakui undang-undang.
Hukum Berdiri pada Bukti: AJB dan SHM Tergolong Akta Otentik
Kuasa hukum Vincent menegaskan bahwa argumentasi AA hanya bersifat naratif dan tidak memiliki kekuatan pembuktian. Sementara itu, Vincent memegang dua dokumen yang memiliki kedudukan tertinggi dalam pembuktian perdata, yakni:
1. Akta Jual Beli (AJB) No. 08/2021, tanggal 09 Juli 2021, ditandatangani di hadapan PPAT
2. SHM No.35 Tahun 2007, telah beralih dan terdaftar resmi atas nama Vincent Limvinci sejak 13 Juli 2021
Sesuai Pasal 1868 KUHPerdata dan Undang-Undang Jabatan Notaris, AJB yang ditandatangani di hadapan Notaris/PPAT merupakan akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna mengenai:
- identitas para pihak,
- kesepakatan,
- pembayaran, dan
- proses peralihan hak.
Karena itu, klaim AA mengenai "paksaan", "pemalsuan", atau "tidak mengetahui isi AJB" secara hukum gugur dengan sendirinya.
Klarifikasi Tuduhan “Tidak Ada Pembayaran” Dibantah oleh Isi AJB
Salah satu narasi AA adalah adanya dugaan penipuan dan tidak adanya pembayaran dari pihak Vincent. Namun kuasa hukum Vincent mengungkapkan bahwa:
- Penjual (Fajardah dan suami) hadir langsung, menyerahkan dokumen lengkap (KTP, KK, Buku Nikah, bukti pajak), dan menandatangani AJB secara sadar.
- Foto proses penandatanganan AJB yang diambil oleh PPAT menjadi bukti tidak adanya tekanan maupun paksaan.
- Di dalam AJB secara eksplisit tercantum pengakuan penjual bahwa pembayaran telah diterima secara penuh.
Dalam hukum pembuktian, isi akta otentik hanya dapat dibatalkan melalui gugatan pembatalan akta dengan bukti kuat, bukan sekadar klaim naratif. Hingga kini, dokumen itu masih berdiri kokoh.
Penawaran Rp 3 Miliar dari AA Dinilai sebagai Pengakuan Hak
Fakta menarik lainnya, AA justru pernah menawarkan uang Rp 3 miliar kepada Vincent untuk “mengambil kembali” SHM tersebut.
Pihak Vincent menilai tindakan ini merupakan pengakuan tidak langsung bahwa dirinya memang pemilik sah sertifikat tersebut.
Dalam hukum perdata, pengakuan semacam ini termasuk pengakuan di luar persidangan, yang dapat menjadi alat bukti tambahan (Pasal 174 HIR/311 RBg).
Dasar Legalitas Tindakan Vincent Setelah Sah Menjadi Pemilik
Setelah SHM resmi beralih pada 13 Juli 2021, Vincent berhak:
- mengagunkan sertifikat ke Bank Mandiri Kisaran,
- memanfaatkan objek hak milik termasuk menerima uang sewa ruko.
Hak-hak tersebut dijamin oleh:
- Pasal 20 UU Pokok Agraria (UUPA): Hak Milik memberikan kewenangan penuh untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah.
- UU Hak Tanggungan No.4/1996: pemilik SHM berhak menjadikannya objek jaminan kredit.
Sebaliknya, tindakan AA yang masih memungut uang sewa setelah kepemilikan beralih dinilai sebagai penggelapan hasil milik orang lain, sebagaimana diatur dalam:
- Pasal 372 KUHP (Penggelapan), dan
- Pasal 385 KUHP (Penyerobotan hak atas tanah).
Jeda Laporan 2 Tahun: Indikasi Itikad Tidak Baik
Poin krusial lainnya adalah jeda waktu sangat panjang, yakni dua tahun, antara transaksi (2021) dan pelaporan (2023).
Menurut kuasa hukum Vincent, kondisi ini menunjukkan:
- laporan dilakukan bukan karena paksaan saat transaksi,
- tetapi karena alasan lain yang baru muncul bertahun-tahun setelahnya,
- sehingga menunjukkan indikasi tidak beritikad baik (kwade trouw).
Polda Riau bahkan telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas laporan AA, karena unsur tindak pidana tidak ditemukan.
Sebaliknya, Kasus Pidana Terhadap AA Justru Sudah P21
Bukti berbalik arah: laporan yang diajukan Vincent terhadap AA justru telah dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum pada 11 November 2025.
- AA kini berstatus terdakwa, didakwa melanggar:
- Pasal 372 KUHP (penggelapan),
- Pasal 385 ayat 1 KUHP (penyerobotan hak atas tanah).
Perkara tersebut saat ini tengah berjalan di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Tiga Kali Menggugat dengan Objek yang Sama
Gugatan pihak AA dkk terkait objek yang sama telah diajukan tiga kali, dengan putusan:
1. No.151/Pdt.G/2023/PN Pbr Tidak Dapat Diterima (NO)
2. No.277/Pdt.G/2024/PN Pbr — Tidak Dapat Diterima (NO)
3. No.249/Pdt.G/2025/PN Pbr gugatan ketiga dengan materi serupa
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam putusan banding No.58/PDT/2024/PT PBR halaman 17–20 telah menegaskan bahwa dalil-dalil AA tidak memenuhi syarat formil dan tidak layak diperiksa pokok perkaranya.
Pengulangan gugatan semacam ini dalam dunia hukum dikenal sebagai abuse of process atau penyalahgunaan proses peradilan.
Melalui rilis bantahan resmi ini, pihak Vincent menegaskan bahwa seluruh tuduhan yang disampaikan AA dkk tidak memiliki dasar bukti yang dapat melemahkan dokumen otentik AJB dan SHM. Vincent meminta agar seluruh pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan tidak membangun opini yang menyesatkan publik.(*)
