Hukum Kriminal My.Id| DUMAI – Kota Dumai yang selama ini dibanggakan sebagai kota industri dan pelabuhan strategis di Provinsi Riau kini tercoreng parah. Di balik kemegahan kota idaman itu, marak bisnis ilegal yang terus tumbuh subur tanpa hambatan.
Mulai dari penampungan dan pencurian minyak sawit mentah (CPO) ilegal, BBM bersubsidi, hingga perdagangan kayu ilegal, rokok tanpa cukai, perjudian online, prostitusi anak di bawah umur, dan galian C liar. Semua aktivitas melawan hukum itu seolah berjalan mulus tanpa gangguan penegakan hukum.
Ironisnya, dari informasi kuat di lapangan, banyak oknum aparat penegak hukum diduga ikut bermain dan membekingi langsung aktivitas ilegal tersebut. Tak hanya dari kepolisian, tapi juga disebut melibatkan oknum dari unsur TNI dan Angkatan Laut, bahkan oknum ormas dan media yang turut menjadi “pelindung lapangan” bisnis haram tersebut.
Salah satu titik panas berada di Jalan Garuda, Kelurahan Bukit Nenas, Kecamatan Bukit Kapur. Di lokasi itu berdiri gudang penampungan CPO dan BBM ilegal dalam skala besar. Aktivitas bongkar muat tampak jelas: mobil pikap dan tangki hilir mudik membawa minyak dari pelabuhan kecil menuju gudang tersebut.
Menurut keterangan warga, gudang itu disebut milik Dewok, yang operasionalnya dikelola oleh oknum ormas dan media. “Setiap hari mobil tangki keluar masuk, tapi tidak pernah ada tindakan,” ujar seorang warga setempat, Sabtu (8/11/2025).
Sementara itu, Kapolres Dumai AKBP. ANGGA F. HERLAMBANG .S.I.K S.H Yang dikonfirmasi terkait maraknya aktivitas ilegal ini tidak memberikan tanggapan apa pun. Diamnya sang Kapolres menimbulkan tanda tanya besar di tengah keresahan publik. Masyarakat pun menilai, kapolres terkesan tutup mata terhadap praktik kejahatan ekonomi yang jelas-jelas merugikan negara dan mencoreng nama baik institusi Polri.
Publik kini mendesak Polda Riau dan Mabes Polri turun langsung menindak tegas para mafia di balik bisnis ilegal ini, sekaligus memeriksa aparat yang diduga terlibat dan membekingi aktivitas haram tersebut. Kota Dumai tidak boleh dibiarkan menjadi ladang uang kotor yang merusak citra penegakan hukum di bumi Lancang Kuning.
Editor : Redaksi
