Ticker

6/recent/ticker-posts

Dinas Sosial Kampar Dianggap Tutup Mata: Bansos Diduga Tak Tepat Sasaran, Warga Miskin Kian Terpinggirkan dan Kehilangan Harapan.


Hukum kriminal my.idBangkinang - Gelombang keresahan masyarakat kembali menguat. Setiap kali bantuan sosial (bansos) dibagikan, kisah pahit yang sama terus terulang: warga miskin justru terlewat, sementara mereka yang hidup berkecukupan diduga dengan mudah masuk dalam daftar penerima. Fenomena ini kini menjadi perbincangan keras di banyak desa dan kelurahan di Kabupaten Kampar. Kamis (27/11/25)

Sejumlah warga menilai Dinas Sosial Kampar dan pemerintah desa tidak lagi peka terhadap kondisi riil di lapangan. Banyak keluarga yang hidup dalam kesulitan tidak tercatat, sementara beberapa rumah yang tergolong layak huni justru ditempeli stiker bantuan bertuliskan:

*“Kami keluarga miskin”*

*“Kami keluarga kurang mampu”*🤣🤣

"Kami benar-benar miskin, tapi nama kami tak pernah masuk data. Yang hidup senang malah diberi bansos. Mau mengadu ke mana? Semua seperti tutup mata," keluh seorang warga penuh kekecewaan.

Warga menduga persoalan utama terletak pada lemahnya verifikasi lapangan, minimnya pengawasan, serta praktik kedekatan tertentu yang mempengaruhi proses pendataan. Alih-alih menjadi instrumen penyelamat ekonomi rakyat kecil, bansos justru berubah menjadi sumber kecemburuan sosial yang makin melebar.

Sebagian warga mengaku mulai kehilangan kepercayaan. Mereka merasa bansos kini lebih sering mengalir kepada “orang yang sudah senang dan semakin disenangkan”, sementara mereka yang benar-benar membutuhkan terus tertinggal.

Rasa pasrah yang tumbuh bukan karena mereka menyerah, melainkan karena mereka merasa tidak ada lagi pintu pengaduan yang benar-benar menerima keluhan dengan serius.

Beberapa warga juga mengaku kecewa dengan respons pegawai Dinas Sosial saat mereka menyampaikan laporan atau keberatan.

"Desil bapak/ibu tinggi, sabar dulu ya," begitu kalimat yang kerap diterima warga-menurut pengakuan mereka.

Ironisnya, warga menilai tidak ada pengecekan lapangan dari pihak Dinsos, hanya menunggu laporan dari desa dan kelurahan, yang pada gilirannya turut bergantung pada data dari RT dan RW.

Akibatnya, kontrol sosial yang seharusnya berjalan justru diduga lumpuh total.

Di saat rakyat kecil menjerit, pemerintah daerah dinilai tak menunjukkan langkah korektif yang jelas. Janji penataan data dan transparansi berulang kali disampaikan, namun warga merasa semuanya hanya lewat seperti angin-dingin, singkat, dan tak pernah berubah menjadi tindakan nyata.

Di meja-meja kantor yang rapi dan berpendingin udara, keluh warga, seolah ada jarak yang terlalu jauh antara para pejabat dan rakyat yang mereka layani.

Sampai kapan pemerintah membiarkan warga miskinnya merasa ditertawakan oleh kebijakan yang tidak tepat sasaran?

Tim..