Hukum Kriminal My.Id| PEKANBARU — Sudah enam bulan guru honorer BOSDA di SMA dan SMK Negeri di Provinsi Riau belum menerima gaji. Sejak Juli hingga Desember 2025, ribuan guru honorer terpaksa memenuhi kebutuhan hidup dengan berutang. Padahal, setiap bulan mereka biasanya menerima Rp 2.200.000.
“Sampai sekarang kami belum menerima gaji sejak Juli. Untuk makan sehari-hari saja terpaksa berutang. Maklum, kami tinggal di daerah pelosok yang jauh dari pusat kota kabupaten maupun provinsi. Kami hanya bisa bersabar,” ujar seorang guru yang enggan disebut namanya kepada media ini, Sabtu (6/12/2025).
Para guru honorer berharap Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Pendidikan segera memberikan kepastian pembayaran agar kondisi mereka tidak semakin terhimpit.
Sekretaris Umum DPP Solidaritas Pers Indonesia, Sabam Tanjung, turut menyampaikan keprihatinannya. Menurutnya, selain gaji yang kecil, ketidakjelasan jadwal pembayaran membuat beban para guru semakin berat.
“Di Riau terdapat 462 SMA dan SMK Negeri, terdiri dari 323 SMA Negeri dan 139 SMK Negeri. Jika setiap sekolah memiliki rata-rata lima guru honorer, maka jumlah guru honorer BOSDA yang terdampak mencapai sekitar 2.300 orang,” kata Sabam Tanjung kepada media, Minggu (7/12/2025).
Jika 2.300 guru menerima gaji Rp 2.200.000 per bulan selama enam bulan, maka total gaji yang belum dibayarkan mencapai lebih dari Rp 30 miliar.
Sabam juga menyoroti buruknya kinerja Dinas Pendidikan Riau di bawah kepemimpinan Erisman Yahya. Mulai dari kasus tunda bayar gaji 18 ribu ASN dan P3K, persoalan seragam sekolah gratis yang tak jelas, hingga guru honorer SMA/SMK yang belum menerima haknya.
Situasi di Disdik Riau semakin memanas setelah Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di Kantor Disdik Riau, Jalan Cut Nyak Dien, Pekanbaru, Kamis (13/11/2025).
Sejak penggeledahan itu, sejumlah pejabat seperti PPTK, PPK, Kabid hingga Sekretaris Disdik jarang terlihat di kantor. Hanya Kadis yang masih tampak hadir. Sementara itu, ruangan para pejabat di lantai dua kini disterilkan dengan penjagaan ketat petugas keamanan dan akses pintu elektronik. Bahkan Disdik berencana memasang portal elektrik (Barrier Gate Parking System).
“Terlihat ada rasa ketakutan yang luar biasa,” ujar Sabam. Ia menilai kondisi itulah yang membuat Plt Gubernur Riau, SF Hariyanto, merasa geram terhadap Kadis Pendidikan Erisman Yahya.
SF Hariyanto menegaskan bahwa kantor pelayanan publik harus terbuka dan tidak mempersulit masyarakat. Ia bahkan menyinggung rencana pemasangan portal elektrik yang dinilai sebagai bentuk ketakutan menghadapi wartawan.
“Kalau dia takut dikejar wartawan, nggak usah jadi Kadis. Mundur aja. Kantor Gubernur saja terbuka. Itu kan sarana pelayanan publik,” tegas SF Hariyanto.
Sabam meminta Plt Gubernur segera mengevaluasi pejabat Disdik Riau, mengingat sejak Gubernur nonaktif Abdul Wahid tersandung kasus hukum, terlihat penurunan kedisiplinan dan kualitas kerja di lingkungan Disdik.
“Kami peduli pendidikan di Riau dan sangat prihatin dengan guru-guru yang terabaikan, terutama guru honorer yang sudah enam bulan tidak digaji. Sementara itu Disdik masih mampu mengalokasikan anggaran besar untuk keamanan pejabatnya agar terhindar dari sorotan publik,” ujar Sabam.
Terkait hal ini, kami mencoba meminta konfirmasi kepada Danil Irfan melalui telepon seluler. Danil yang merupakan anggota Tim Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) Disdik Riau, menyampaikan bahwa dirinya tidak memiliki kewenangan memberikan penjelasan.
“Saya hanya anggota Tim BOSDA. Jadi, terkait dana BOSDA sebaiknya langsung saja ke Pak Kadisdik atau Pak Sekretaris,” ujar Danil, seperti disampaikan kembali oleh Sabam.
Karena tidak mendapatkan kejelasan, kami kemudian mencoba menghubungi Kadisdik dan Sekretaris Disdik melalui pesan WhatsApp. Namun hingga kini tidak ada respons, bahkan nomor yang dihubungi tidak aktif.,”terang Sabam
